FC Magdeburg, Klub Jerman Timur yang Alami Kemajuan Pesat

PUSATSPORT , Pernah jadi bagian dari Jerman Timur, FC Magdeburg tak lebih dari instrumen politik Partai Persatuan Sosialis Jerman atau Sozialistische Einheitspartei Deutschlands (SED). Bahkan, salah satu faktor kemunduran mereka pada 1980-an adalah buah keputusan partai tersebut yang mencopot pelatih Heinz Kruegel. Padahal, sepanjang era 1970-an, mereka adalah klub yang mencetak banyak prestasi. Salah satunya jadi tim Jerman Timur satu-satunya yang berhasil memenangkan European Cup Winner’s Cup (kini bernama UEFA Europa League) pada 1974.

Tak pelak, klub itu harus puas berlaga di liga kasta bawah selama beberapa dekade setelah Jerman bersatu. Sampai pada 2020-an, mereka mulai mengalami kemajuan berarti. Dimulai dengan promosi ke Bundesliga 2 pada 2022/2023 dan sempat memuncaki klasemen sementara liga kasta kedua Jerman itu pada pertengahan musim 2024/2025. Apa yang mendorong tren positif FC Madgeburg?

1. FC Magdeburg mengalami kemajuan di bawah pelatih Christian Titz

Kemajuan pesat FC Magdeburg sedikit banyak dipengaruhi kehadiran Christian Titz. Ia menduduki kursi pelatih sejak Februari 2021 dan belum tergantikan hingga kini. Ini artinya Titz pula yang berhasil mengantar Magdeburg kembali ke Bundesliga 2 pada 2022 setelah terakhir kali mengicip liga kasta kedua itu pada 2018/2019. 

Merujuk analisa Total Football Analysis, Titz punya pendekatan yang cukup unik, yakni memberikan tugas ganda untuk beberapa pemainnya. Kiper Dominik Reimann misalnya, ia minta untuk bisa ikut membantu mengalirkan bola sehingga dalam situasi tertentu berperan layaknya bek tengah. Di sisi lain, bek tengah didorongnya untuk bergerak di sisi kiri dan kanan lapangan untuk menambah daya gedor dan membuat terobosan. Ia juga memasang dua pemain pivot untuk memperlancar aliran bola ke depan. 

Taktiknya lumayan efektif, Magdeburg jadi tim dinamis yang atraktif. Meskipun harus diakui komposisi final third mereka terkadang kurang efisien dan jeli memanfaatkan peluang. Celah bagi pemain lawan untuk melakukan tekanan juga masih sering terbentuk karena kurangnya kerja sama pemain, terutama dua pemain pivot andalan Titz, Daniel Elfadli dan Silas Gnaka. Meski begitu, Titz berhasil membantu Magdeburg bertahan di Bundesliga 2 dengan menduduki peringkat 11 pada klasemen akhir 2022/2023. 

2. Musim 2023/2024 bukan musim terbaik mereka, tetapi Christian Titz segera mengevaluasi timnya

Pada 2023/2024, masih bersama Titz, FC Magdeburg yang tak mengalami banyak gejolak di komposisi pemain menjalankan taktik yang kurang lebih sama. Sayangnya, mereka harus puas berada di posisi 14. Terselamatkan dari relegasi, Titz segera melakukan evaluasi di timnya. Produktivitas gol mereka pada musim 2024/2025 membaik.

Hingga laga ke-21, mereka sudah menciptakan 44 gol, cukup tinggi dibanding pemuncak klasemen Bundesliga 2 saat ini, FC Koln yang hanya mengantongi 36 gol. Angka itu juga termasuk tertinggi di liga tersebut. Mereka hanya tertinggal dari Hamburger SV dengan 47 gol. Titz tampaknya sudah memperbaiki komposisi final third timnya yang selama ini jadi salah satu titik lemah. Keputusan mereka mendatangkan striker Martijn Kaars dari Helmond Sport dan melepas Elfadli ke Hamburger SV ternyata terbukti tepat. Mereka bahkan sempat memuncaki klasemen sementara sampai akhir Januari 2025 sebelum akhirnya diselip FC Koln, Hamburger, dan 1. FC Kaiserslautern. 

3. Perkasa saat bertandang, tetapi tak berdaya di kandang sendiri

Menariknya, rekor baik mereka disertai sebuah fakta yang cukup ganjil. Sepanjang 2024/2025, FC Magdeburg belum pernah menang di kandang sendiri. Sembilan kemenangan mereka (sampai matchday-21) diraih saat bertandang ke kandang lawan. Di markas sendiri, mereka justru menelan 3 kekalahan dan 7 kali seri. Ini tentu hasil yang susah diterima puluhan ribu pendukung setia mereka yang tak pernah gagal memadati MDCC-Arena, markas klub itu. 

Padahal, berdasar statistiknya, Magdeburg kerap mendominasi penguasaan bola dengan akurasi operan yang juga tinggi. Kelemahan mereka ada di jumlah dan akurasi tembakan yang cukup rendah dibanding tim tamu. Namun, bila melihat statistik mereka pada laga-laga tandang, sebenarnya polanya tak jauh beda. Hanya saja, penguasaan bola mereka saat bertandang relatif seimbang dengan lawan dan bisa jadi itu pula yang membuat pemain terdorong untuk memanfaatkan celah seoptimal mungkin.

Terlepas dari itu, ini adalah momen penting untuk FC Magdeburg. Mereka adalah perwakilan eks-Jerman Timur pertama yang bercokol di papan atas Bundesliga 2 sejak 5 musim terakhir. Terakhir rekor itu dipegang Union Berlin pada 2018/2019. Bisakah mereka mengikuti jejak rekan sejawat mereka itu dan mengulang era emas 1970-an?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *