post

5 Manajer Liverpool yang Langsung Meraih Trofi pada Musim Debut

PUSATSCORE , Liverpool akhirnya resmi menjuarai English Premier League (EPL) 2024/2025. The Reds memastikan gelar usai membantai Tottenham Hotspur 5-1 pada pekan ke-34. Liverpool pun menambah koleksi trofi divisi utama Liga Inggris mereka menjadi 20 buah. Mereka kini sah menjadi klub tersukses di Liga Inggris, sejajar dengan Manchester United.

Keberhasilan Liverpool musim ini tentu tak lepas dari buah kerja keras para pemain. Namun, ada satu sosok yang patut lebih disorot, yaitu Arne Slot. Pelatih asal Belanda itu membuktikan kualitasnya dengan langsung membawa Liverpool juara. Padahal, ini adalah musim perdana Slot menangani Si Merah.

Slot pun menjadi pelatih atau manajer Liverpool terbaru yang meraih trofi pada musim pertama. Prestasi itu tak sembarangan karena hanya beberapa nama yang bisa meraihnya. Bahkan manajer top sekelas Juergen Klopp pun tak termasuk. Termasuk Slot, inilah lima manajer terakhir Liverpool yang berhasil melakukannya.

1. Bob Paisley meraih 20 trofi sebagai manajer Liverpool, dimulai dengan Charity Shield 1974

Bob Paisley adalah manajer Liverpool dengan koleksi trofi terbanyak sepanjang masa. Paisley merupakan manajer asal Inggris yang menangani Liverpool pada 1974–1983. Dalam 9 musim, ia mempersembahkan 20 trofi bagi The Reds. Padahal, musim debut Paisley sebagai nakhoda Liverpool terbilang tak istimewa.

Paisley memang langsung meraih satu trofi pada musim pertamanya menangani Liverpool. Namun, raihannya terbilang kurang bergengsi, yaitu Charity Shield 1974. Ternyata, itu menjadi awal koleksi 20 gelar yang ia raih sebagai manajer Liverpool.

Raihan trofi Paisley mencakup 6 trofi divisi utama Liga Inggris dan 3 Liga Champions Eropa. Ia pun menjadi manajer pertama yang memenangi tiga trofi Liga Champions. Setelah selesai menangani Liverpool pada 1983, Paisley langsung pensiun. Namun, ia masih dikenang sebagai manajer terbaik Liverpool hingga kini.

2. Joe Fagan langsung membawa Liverpool meraih tiga trofi pada musim debutnya

Sepeninggal Bob Paisley, Liverpool harus mencari manajer pengganti yang bisa meneruskan sukses. Sosok yang terpilih adalah asisten Paisley sendiri, yaitu Joe Fagan. Meski pernah jadi asisten, pemilihan Fagan tetap terbilang tak disangka. Pasalnya, Fagan tak punya pengalaman sebagai manajer sebelumnya.

Hebatnya, Fagan langsung membuktikan kualitasnya pada musim pertamanya. Ia sukses membawa Liverpool memenangi tiga kompetisi pada 1983/1984. The Reds juara divisi utama Liga Inggris, Liga Champions Eropa, dan Piala Liga Inggris. Liverpool pun menjadi klub Inggris pertama yang memenangi tiga trofi dalam 1 musim.

Sayangnya, Fagan gagal meneruskan kesuksesannya pada 1984/1985. Liverpool hanya menjadi runner-up Liga Inggris dan Liga Champions, serta gugur pada semifinal Piala FA. Pada akhir musim, Fagan memutuskan untuk pensiun dari dunia kepelatihan.

3. Kenny Dalglish mulai menjadi player-manager Liverpool pada 1985/1986 dan meraih double winner

Manajer pengganti Joe Fagan juga langsung meraih trofi pada musim debutnya melatih Liverpool. Ia adalah Kenny Dalglish, yang mulai menjabat pada 1985/1986. Dalglish sebenarnya saat itu belum gantung sepatu. Maka, ia berperan sebagai player-manager alias pemain sekaligus manajer.

Hebatnya, Dalglish mengemban peran ganda tersebut dengan baik. Sebagai pemain, ia tampil 29 kali sepanjang 1985/1986 dan membuat 5 gol serta 14 assist. Sebagai manajer, racikan strateginya membawa Liverpool meraih double winner. The Reds sukses menyabet trofi Liga Inggris dan Piala FA.

Dalglish terus menjabat sebagai manajer Liverpool hingga 1991. Pria Skotlandia itu juga sempat kembali membesut The Reds pada 2011–2012. Secara total, Dalglish membawa Liverpool memenangi sepuluh trofi mayor, hanya kalah dari Bob Paisley.

4. Rafael Benitez membawa Liverpool juara Liga Champions Eropa 2004/2005

Pada abad ke-21, manajer Liverpool pertama yang meraih trofi pada musim debut adalah Rafael Benitez. Tak tanggung-tanggung, Benitez langsung membawa The Reds juara Liga Champions 2004/2005. Prosesnya pun luar biasa karena sempat melibatkan comeback fantastis pada laga final.

Setelah itu, Benitez sempat mempersembahkan tambahan tiga trofi bagi Liverpool. Mereka memenangi Piala Super UEFA 2005, Piala FA 2005/2006, dan Community Shield 2006. Sayangnya, Benitez tak berhasil membawa Si Merah berjaya di liga domestik. Raihan terbaik pria Spanyol itu di EPL adalah menjadi runner-up pada 2008/2009.

5. Arne Slot mempersembahkan trofi Premier League kedua bagi Liverpool pada 2024/2025

Arne Slot adalah pelatih Liverpool terbaru yang langsung meraih trofi pada musim debut. Slot baru mulai membesut Liverpool pada awal 2024/2025. Ia menggantikan Juergen Klopp, yang membawa Si Merah juara EPL untuk pertama kali pada 2019/2020. Kini, Slot sukses mempersembahkan trofi Premier League kedua bagi mereka.

Keberhasilan Slot menghasilkan beberapa catatan menarik. Slot adalah pelatih Belanda pertama yang menjuarai Premier League. Ia juga menjadi pelatih atau manajer kelima yang langsung juara pada musim debut di EPL. Slot menyusul raihan Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, Manuel Pellegrini, dan Antonio Conte. 

Arne Slot menyusul para manajer top Liverpool yang langsung meraih trofi pada musim debutnya. Para pendahulu Slot itu juga akhirnya tak hanya memenangi satu gelar selama membesut Liverpool. Apakah Slot juga mampu menambah raihan trofi bareng The Reds musim depan?

post

4 Pemain Inter Milan Terakhir yang Dibeli Permanen AS Roma

PUSATSCORE , Inter Milan beberapa kali menjual pemainnya kepada sesama klub besar Serie A Italia, seperti AS Roma. Mereka rata-rata mampu tampil apik bersama AS Roma dan bertahan lebih dari 2 tahun. Uniknya, AS Roma tidak pernah mengeluarkan biaya transfer lebih dari 10 juta euro atau Rp191 miliar kala membeli pemain Inter Milan. Berikut empat pemain Inter Milan terakhir yang dibeli permanen AS Roma per 27 April 2025.

1. Nicolas Burdisso mampu tampil solid di lini belakang AS Roma

Nicolas Burdisso bermain untuk Inter Milan selama 5 tahun sejak pertama kali bergabung dari Boca Juniors pada Juli 2004. Bek tengah asal Argentina itu tercatat mengoleksi 139 penampilan dengan menorehkan 8 gol dan 5 assist bersama Inter Milan pada 2004–2009. Burdisso turut berkontribusi dalam raihan gelar juara Serie A Inter Milan 4 musim beruntun pada 2005/2006–2008/2009.

Ia kemudian pindah ke AS Roma dengan status pinjaman pada musim panas 2009. Burdisso tampil solid di lini belakang I Giallorossi dengan mencatat 44 penampilan di semua kompetisi pada 2009/2010. Ia akhirnya dipermanenkan AS Roma dengan biaya transfer sebesar 8 juta euro atau Rp153 miliar. Secara keseluruhan, Burdisso bermain dalam 131 pertandingan dengan catatan 6 gol bersama AS Roma pada 2009–2014.

2. Juan Jesus mencatat lebih dari seratus laga bersama Inter Milan dan AS Roma

Juan Jesus bergabung dengan Inter Milan dari Internacional pada Januari 2012. Ia tampil dalam 142 pertandingan di semua kompetisi selama berseragam I Nerazzurri. Jesus lalu dipinjamkan kepada AS Roma pada Juli 2016.

Performanya cukup mengesankan meski hanya bermain dalam 33 laga di semua kompetisi pada 2016/2017. AS Roma mempermanenkan Jesus dengan biaya transfer sebesar 8 juta euro atau Rp153 miliar pada musim panas 2017. Ia total tampil dalam 102 laga di semua kompetisi kala membela I Giallorossi pada 2016–2021. Jesus kemudian dilepas secara gratis kepada Napoli pada Agustus 2021.

3. Davide Santon menutup kariernya sebagai pemain bersama AS Roma

Davide Santon merupakan bek kiri jebolan akademi Inter Milan. Ia sempat disebut-sebut sebagai bek sayap potensial kala mencatat 20 penampilan di semua kompetisi pada musim perdananya bermain untuk tim utama Inter Milan pada 2008/2009. Namun, Santon tampil inkonsisten sehingga sempat dipinjamkan kepada Cesena pada Januari–Juli 2011 dan dijual kepada Newcastle United pada Agustus 2011.

Santon kembali ke Inter Milan sebagai pemain pinjaman pada Februari 2015 dan dipermanenkan 6 bulan kemudian. Secara keseluruhan, ia bermain dalam 110 laga di semua kompetisi selama membela Inter Milan dalam dua periode pada 2008–2011 dan Februari 2015–Juli 2018. Santon lalu hengkang ke AS Roma dengan biaya transfer sebesar 9,5 juta euro atau Rp182 miliar. Ia tampil dalam 53 pertandingan di semua kompetisi pada 2018–2021. Santon memutuskan pensiun sebagai pemain usai kontraknya bersama AS Roma habis pada musim panas 2022.

4. Nicolo Zaniolo sempat disebut-sebut penerus Francesco Totti di AS Roma

Nicolo Zaniolo menampilkan performa apik kala bermain untuk Inter Milan U-19 di UEFA Youth League dengan catatan 2 assist dalam 6 laga pada 2017/2018. Belum sempat bermain untuk tim utama Inter Milan, ia langsung pindah ke AS Roma dengan biaya transfer sebesar 6,75 juta euro atau Rp129 miliar pada Juli 2018. Zaniolo mengalami perkembangan karier cukup pesat selama membela AS Roma pada 2018–2023.

Ia mencetak 24 gol dan 18 assist dalam 128 pertandingan di semua kompetisi. Zaniolo sempat disebut-sebut sebagai penerus Francesco Totti yang sama-sama bermain di posisi gelandang serang dan second striker. Namun, ia berkonflik dengan pelatih AS Roma kala itu, Jose Mourinho, dan manajemen terkait kontrak, sehingga dilepas kepada Galatasaray pada Februari 2023.

Dari empat pemain di atas, hanya Santon yang tidak mencatat lebih dari seratus penampilan bersama AS Roma. Di sisi lain, Zaniolo menjadi satu-satunya pemain yang mampu mempersembahkan gelar juara bergengsi kepada AS Roma, yaitu Liga Konferensi Eropa (UECL) 2021/2022. Sementara, striker muda asal Albania, Kevin Zefi, pindah dari Inter Milan U-20 ke AS Roma U-20 pada Januari 2024. Namun, sang pemain belum mencatat penampilan di tim utama AS Roma.

post

4 Trofi Jamie Vardy bersama Leicester City

Kabar mengejutkan datang dari salah satu striker gaek di English Premier League 2024/2025, yakni Jamie Vardy. Setelah gagal membawa Leicester City bertahan di kasta teratas sepak bola Inggris, dirinya dikabarkan akan hengkang pada musim panas 2025 mendatang. Keputusan tersebut sekaligus mengakhiri kebersamaannya yang luar biasa dengan klub berjuluk The Foxes sejak 2012.

Selama menjadi bagian dari Leicester City, Vardy telah melalui berbagai momen mengesankan. Ia menjadi sosok penting di balik keberhasilan The Foxes meraih berbagai trofi. Berikut koleksi trofi Jamie Vardy selama berseragam Leicester City.

1. Jamie Vardy membawa Leicester City juara Championship sebanyak dua kali

Bersama Leicester City, Jamie Vardy telah dua kali menjuarai kasta kedua Inggris, EFL Championship. Menariknya, ia selalu menjadi pemain penting dalam keberhasilan tersebut. Ketajamannya dalam membobol gawang memberi dampak yang begitu positif terhadap hasil yang diraih The Foxes.

Di Championship 2013/2014, Leicester City keluar sebagai juara dengan kontribusi yang begitu apik dari Vardy. Sang pemain tampil tajam dengan mengemas 16 gol dan 10 assist. Kemudian, sedekade berikutnya (2023/2024), ia kembali membawa The Foxes promosi ke EPL dengan menjuarai Championship. Di kompetisi tersebut, ia mengoleksi 18 gol dan 2 assist

2. Jamie Vardy menjadi pemain terbaik dan membawa Leicester City juara EPL 2015/2016

Gelar juara EPL 2015/2016 tampaknya menjadi pencapaian terbaik bagi Jamie Vardy selama membela Leicester City. Secara mengejutkan, The Foxes yang ditangani oleh Claudio Ranieri berhasil mengakhiri kompetisi sebagai juara dan mengungguli tim-tim raksasa. Dengan total 81 poin, Vardy dan kolega finis di peringkat pertama, berjarak 10 poin dari Arsenal sebagai runner-up.

Peran Vardy atas keberhasilan yang bersejarah tersebut begitu krusial. Diturunkan dalam 36 pertandingan, ia mengemas 24 gol dan 7 assist. Performa yang cemerlang sepanjang musim juga membuatnya dinobatkan sebagai pemain terbaik. 

3. Jamie Vardy membawa Leicester City juara FA Cup 2020/2021

Jamie Vardy mengoleksi satu titel juara FA Cup.. Pencapain tersebut diraih bersama Leicester City pada 2020/2021. Meski tak mencetak gol atau assist di ajang tersebut, perannya sebagai ujung tombak begitu krusial.

Perjalanan The Foxes menjuarai FA Cup 2020/2021 tak dilalui dengan mudah. Mereka sempat menyingkirkan Brighton & Hove Albion, Manchester United, dan Southampton sebelum akhirnya bertemu Chelsea di final. Di partai puncak, para penggawa Leicester City, termasuk Vardy, tersenyum lebar setelah mengalahkan The Blues dengan skor 1-0.

4. Jamie Vardy memimpin Leicester City saat menjuarai Community Shield

Titel juara Community Shield 2021/2022 menjadi trofi terakhir yang diraih Jamie Vardy bersama Leicester City. Mereka meraihnya setelah meraih kemenangan tipis 1-0 atas Manchester City pada laga penentuan. Pada laga tersebut, Vardy bertindak sebagai kapten tim dan bermain selama 71 menit.

Duel yang berlangsung di Wembley Stadium tersebut berlangsung sengit. Ferran Torres yang dipasang sebagai ujung tombak The Citizens gagal membobol gawang The Foxes yang dijaga oleh Kasper Schmeichel. Di sisi lain, Kelechi Iheanacho yang masuk ke lapangan pada menit 78 muncul sebagai pahlawan kemenangan The Foxes lewat gol yang ia cetak pada menit 89.

Selama membela Leicester City, Jamie Vardy membuktikan diri sebagai penyerang menakutkan. Salah satu buktinya ialah saat ia meraih gelar top skor EPL 2019/2020 dengan total 23 gol. Selain itu, pemain kelahiran Sheffield, Inggris, tersebut juga menjadi pemain tersubur sepanjang sejarah Leicester City dengan total 198 gol per 25 April 2025.

post

3 Tim yang Belum Pernah Kalah di Final Coppa Italia

PUSATSCORE , Bologna sukses menembus final Coppa Italia 2024/2025 usai menekuk Empoli pada semifinal dengan agregat mencolok 5-1. Pada final, Bologna sudah ditunggu AC Milan yang mengalahkan sang rival sekota, Inter Milan, dengan agregat serupa. Bagi Bologna, ini merupakan kali ketiga mereka melangkah ke final Coppa Italia.

Menariknya, tim berjuluk I Rossoblu tersebut tak pernah kalah dalam dua lawatan ke final sebelumnya. Hal itu jelas berbanding terbalik dengan AC Milan yang takluk sebanyak 9 kali di final meski memiliki 5 trofi. Termasuk Bologna, hanya ada tiga tim yang tak pernah kalah di final Coppa Italia.

1. Vado merupakan juara edisi perdana Coppa Italia pada 1922

Vado FC mungkin terdengar asing bagi para pecinta sepak bola Italia. Hal itu tak mengherankan karena tim yang didirikan pada 1913 tersebut tengah berada di Serie D Italia atau kasta keempat sepak bola Italia pada 2024/2025 ini. Meski begitu, nama Vado akan selalu terukir dalam buku sejarah sebagai pemenang edisi pertama Coppa Italia pada 1922.

Perjalanan Vado dimulai dengan mengalahkan Fiorente 4-3 pada babak pertama. Mereka kemudian memulangkan Molassana dan Juventus Italia pada dua babak berikutnya. Vado mencapai final usai menumbangkan Pro Livorno dan Libertas Firenze.

Pada partai final, Vado sudah ditunggu Udinese. Pertandingan berjalan alot yang membuat kedua tim tak mampu mencetak gol selama 90 menit. Vado akhirnya keluar sebagai juara berkat golden goal Virgilio Levratto pada perpanjangan waktu. Trofi Coppa Italia 1922 masih menjadi satu-satunya trofi mayor yang diraih Vado.

2. Vicenza meraih satu-satunya gelar juara Coppa Italia pada 1996/1997

Vicenza, yang pada 2024/2025 ini bermain di Serie C Italia atau kasta ketiga sepak bola Italia, memiliki sejarah yang cukup apik sebagai tim. Mereka pernah menjadi runner-up Serie A Italia 1977/1978 dengan status sebagai tim promosi. Vicenza juga pernah memiliki dua pemain yang kemudian meraih Ballon d’Or, yakni Paolo Rossi dan Roberto Baggio.

Prestasi terbaik Vicenza datang pada 1996/1997 ketika sukses menjuarai Coppa Italia. Tim berjuluk Biancorossi tersebut mengalahkan Lucchese dan Genoa pada dua babak awal. Mereka kemudian membuat kejutan dengan menyingkirkan AC Milan pada perempat final. Vicenza lantas menyingkirkan Bologna untuk menantang Napoli di final.

Pada leg pertama, Vicenza yang bertandang ke markas Napoli takluk 0-1 dari gol Fabio Pecchia. Biancorossi sukses membalikkan keadaan pada leg kedua yang dimainkan di Stadio Romeno Menti. Gol Giampiero Maini membuat agregat menjadi 1-1 sekaligus memaksa laga berlanjut ke babak perpanjangan waktu.

Vicenza yang tampil di kandang sendiri mampu menambah dua gol berkat aksi Maurizio Rossi dan Alessandro Iannuzzi. Kemenangan 3-0 membuat Vicenza keluar sebagai juara dengan agregat 3-1. Gelar juara tersebut sekaligus membuat Vicenza meraih satu tiket ke Piala Winners, di mana mereka sukses melaju hingga semifinal.

3. Bologna belum pernah kalah dalam dua lawatan ke final Coppa Italia

Bologna akan menantang AC Milan pada final Coppa Italia 2024/2025. I Rossoblu melangkah ke final usai menyingkirkan Monza, Atalanta, dan Empoli pada babak-babak sebelumnya. Bologna punya rekor apik ketika tampil di final Coppa Italia dengan selalu menjadi juara dalam dua lawatan sebelumnya.

Gelar juara Coppa Italia pertama Bologna hadir pada 1969/1970. Saat itu, format Coppa Italia masih menggunakan fase grup. Bologna sukses memuncaki Grup 9 yang juga diisi Cesena, Modena, dan Reggiana. Mereka kemudian mengalahkan Juventus pada perempat final dengan skor 1-0 melalui partai ulangan.

Babak final Coppa italia kembali menggunakan format grup yang diisi empat tim, yakni Bologna, Torino, Cagliari, dan Varese. Bologna sukses menjadi juara setelah meraup 9 poin dari 6 pertandingan. Bologna berjarak satu poin dari Torino yang keluar sebagai runner-up.

Bologna mampu mengulangi prestasi serupa pada 1973/1974. Pada fase grup pertama, Bologna sukses memuncaki Grup 6 yang juga diisi Napoli, Reggiana, Avellino, dan Genoa. Pada fase grup kedua, Bologna sukses mengungguli Inter Milan, AC Milan, dan Atalanta di Grup A untuk menjadi pemuncak klasemen sekaligus melangkah ke final. 

Pada partai final, Bologna sudah ditunggu Palermo yang merupakan pemuncak Grup B. Pertandingan saat itu berlangsung hingga babak adu penalti setelah gol Palermo yang dicetak Sergio Magistrelli mampu disamakan oleh Giuseppe Savoldi. Bologna yang tampil lebih tenang pada adu penalti akhirnya sukses menjadi juara Coppa Italia untuk kali kedua.

Vado, Vicenza, dan Bologna menjadi tiga tim yang belum pernah kalah di final Coppa Italia. Dari tiga tim tersebut, Bologna menjadi satu-satunya yang meraih lebih dari satu gelar juara. Lantas, apakah rekor sempurna Bologna masih akan berlanjut ketika berhadapan dengan AC Milan pada final Coppa Italia 2024/2025?

post

Selamat! Barcelona Juara Copa del Rey 2024/ 2025

Pusat,bola – Barcelona sukses mencapai gelar juara Copa del Rey 2024/ 2025 sehabis mengalahkan Real Madrid dengan skor 3- 2. Laga final yang berlangsung di Stadion La Cartuja pada Pekan( 27/ 4/ 2025) dini hari Wib ini menyajikan drama yang tidak terlupakan.

Pertandingan yang berlangsung sengit ini wajib dilanjutkan ke extra time sehabis skor imbang 2- 2 di waktu wajar. Barcelona kesimpulannya keluar selaku pemenang berkat berhasil Jules Kounde di menit 116.

Ini ialah trofi kedua Barcelona di masa ini sehabis Supercopa de Espana sehingga memperlihatkan konsistensi mereka dalam kompetisi dalam negeri. Sedangkan itu, Real Madrid wajib menelan kapsul getir walaupun tampak dengan semangat pantang menyerah.

Kemenangan ini terus menjadi memperteguh status Barcelona selaku salah satu klub terbaik di Eropa. Ribuan pendukung Blaugrana di stadion bersorak gembira memperingati gelar ini.

Performa serta Berhasil Penentu Barcelona

Barcelona mengawali pertandingan dengan penuh yakin diri serta memahami game semenjak menit awal. Pedri membuka keunggulan buat Barcelona pada menit ke- 28, bawa mereka mengetuai sedangkan.

Tetapi, Real Madrid tidak tinggal diam. Kylian Mbappe sukses membandingkan peran pada menit ke- 70, serta 7 menit setelah itu Aurelien Tchouameni membuat skor jadi 2- 1 buat Madrid.

Barcelona terus menampilkan tekad yang kokoh serta sukses membandingkan peran melalui berhasil Ferran Torres pada menit ke- 84. Dengan skor imbang 2- 2, pertandingan bersinambung ke babak extra time.

Pada babak bonus, Barcelona tampak lebih tajam dalam melanda. Sehabis sebagian upaya yang kandas, Jules Kounde mencetak berhasil kemenangan pada menit ke- 116.

post

Satu Alasan yang Bisa Bikin Raphinha Tinggalkan Barcelona: Persaingan yang Semakin Panas!

Pusat,Bola – Di tengah stabilnya performa Barcelona musim ini, muncul satu kabar yang cukup mengejutkan: Raphinha dikabarkan mulai mempertimbangkan masa depannya di Camp Nou. Bukan karena masalah gaji atau ketidakcocokan taktik, tapi satu alasan sederhana yang bisa mengubah segalanya: persaingan ketat di lini depan.

Kedatangan Bintang Muda Memanaskan Persaingan
Barcelona saat ini dipenuhi banyak talenta muda berbakat di sektor sayap. Kehadiran pemain seperti Lamine Yamal, yang tampil luar biasa di usia belia, serta kebangkitan performa Ferran Torres membuat posisi Raphinha mulai terancam.

Meskipun Raphinha tampil cukup solid, dengan kontribusi gol dan assist yang konsisten, tekanan untuk selalu tampil sempurna semakin besar. Dalam beberapa laga penting, Xavi bahkan lebih memilih pemain lain untuk mengisi starting XI.

Komentar Raphinha yang Membuat Spekulasi Meningkat
Dalam sebuah wawancara singkat usai pertandingan, Raphinha sempat melontarkan kalimat yang membangkitkan spekulasi:

“Saya ingin bermain lebih banyak. Setiap pemain ingin merasa penting, dan saya tidak berbeda. Kita lihat saja apa yang terjadi ke depan.”

Kalimat sederhana ini langsung membuat rumor transfer menyeruak, terutama dari klub-klub Premier League yang sebelumnya memang sudah mengincar winger Brasil tersebut.

Premier League Menunggu dengan Tangan Terbuka
Beberapa klub Inggris, termasuk Chelsea dan Newcastle United, dikabarkan siap menampung Raphinha jika ia memutuskan hengkang. Daya tarik Premier League, ditambah peluang menjadi pemain inti tanpa banyak rotasi, bisa menjadi godaan besar bagi sang winger.

Kesimpulan: Bertahan atau Pergi?
Raphinha masih punya kontrak panjang di Barcelona, dan Xavi menyatakan ia tetap masuk dalam rencana tim. Namun, jika Raphinha merasa terus tersisih dalam persaingan ketat, bukan tidak mungkin ia memilih pergi demi karier dan jam terbang reguler.

Musim panas mendatang bisa menjadi titik balik besar bagi perjalanan karier pemain asal Brasil ini.

post

‘Romantisme’ Theo Hernandez dan Venezia: Cinta yang Tak Terlupakan di Tanah Italia

PUSAT,BOLA – Di tengah gemerlapnya dunia sepak bola modern, di mana transfer dan ambisi sering kali menghapus sisi emosional olahraga, ada kisah manis yang terukir antara Theo Hernandez dan klub kecil penuh sejarah, Venezia FC.

Bukan tentang transfer besar atau kontrak mewah, melainkan tentang rasa hormat, kekaguman, dan nostalgia yang sulit dipisahkan.

Awal Kisah di Kota Terapung
Beberapa tahun lalu, sebelum namanya melambung tinggi bersama AC Milan, Theo Hernandez pernah menghabiskan waktu singkat berlatih di Venezia, saat ia masih mencari pijakan dalam karier profesionalnya. Venezia, dengan stadion legendarisnya Stadio Pier Luigi Penzo yang menghadap langsung ke kanal, meninggalkan kesan mendalam di hati Theo.

Di sinilah, menurut pengakuannya dalam wawancara terbaru, ia pertama kali merasakan “keindahan sejati sepak bola Italia” — sebuah permainan yang mengutamakan taktik, ketekunan, dan, tentu saja, keindahan suasana kota yang unik.

Kunjungan Spesial yang Membuat Publik Heboh
Belum lama ini, Theo Hernandez membuat kejutan dengan berkunjung ke Venice di tengah jadwal padatnya bersama AC Milan. Ia terlihat menyempatkan waktu menonton laga Venezia FC dari tribun VIP, mengenakan jaket kasual dan topi Venezia, yang langsung viral di media sosial.

Banyak yang berspekulasi: apakah ini sinyal ketertarikan membela Venezia di masa depan? Atau sekadar nostalgia pribadi?

Dalam wawancara singkatnya, Theo berkata:

“Venice adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Bukan tentang besar kecilnya klub, tapi tentang bagaimana tempat ini membuat saya jatuh cinta lagi pada sepak bola.”

Simbol Cinta dalam Dunia Sepak Bola
Hubungan emosional seperti ini menjadi pengingat bahwa sepak bola tidak selalu soal uang dan trofi, tapi juga tentang perjalanan, kenangan, dan rasa cinta terhadap tempat-tempat yang menempa diri.

Theo Hernandez dan Venezia adalah gambaran sempurna betapa kuatnya romantisme dalam dunia yang kadang terlalu keras dan kompetitif.

Apakah masa depan akan membawa Theo kembali ke Kota Terapung, mungkin untuk mengakhiri kariernya di sana?
Hanya waktu yang bisa menjawab, tapi satu hal pasti: romantisme antara Theo Hernandez dan Venezia akan tetap abadi di hati para penggemar sepak bola Italia.

post

3 Tim yang Dibawa Scott Parker Promosi ke Premier League

PUSATSCORE , Usai pensiun pada 2017, Scott Parker langsung melanjutkan kariernya sebagai pelatih. Sayangnya, prestasinya sebagai juru taktik tidak sementereng seperti saat masih aktif di lapangan. Sebagai pemain, Parker pernah menjadi juara English Premier League (EPL) bersama Chelsea pada 2004/2005. Sementara itu, sebagai pelatih, pencapaian terbaiknya hanyalah meraih tiket promosi kompetisi teratas di Inggris tersebut.

Meski begitu, ada satu catatan yang cukup membanggakan di balik keberhasilan Parker promosi ke EPL sebagai pelatih. Bukan hanya sekali, pria yang lahir di London pada 13 Oktober 1980 ini sudah melakukannya hingga tiga kali. Berikut tiga tim yang berhasil dibawa Scott Parker promosi dari Championship ke Premier League.

1. Scott Parker membawa Fulham promosi ke Premier League pada 2019/2020

Fulham menjadi tim pertama yang berhasil dibawa Scott Parker promosi ke Premier League. Klub asal London ini memang punya tempat istimewa di hati mantan pemain berposisi gelandang itu. Fulham merupakan tim pertama dalam karier kepelatihannya di level senior dan tim terakhir dalam perjalanannya sebagai seorang pemain.

Setelah pensiun sebagai pemain pada 2017, Parker bergabung terlebih dahulu dengan Tottenham Hotspur untuk menjadi pelatih tim U-17 mereka. Namun, setahun berselang, ia pulang ke Fulham untuk menjadi asisten pelatih. Pada 28 Februari 2019, manajemen Fulham memecat sang pelatih utama, Claudio Ranieri. Mereka lantas menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada Parker.

Saat mengambil alih, Fulham sedang berada di zona degradasi EPL. Parker tidak mampu membuat mereka bertahan di kompetisi ini. Namun, semusim kemudian, ia sukses mengantarkan mereka kembali ke kasta teratas. Mereka mampu mengalahkan Brentford dengan skor 2-1 pada final play-off Championship 2019/2020. Sayangnya, di EPL 2020/2021, Parker gagal membuat Fulham bertahan. Ia pun dipecat setelah musim selesai.

2. Scott Parker promosi ke Premier League 2022/2023 bersama AFC Bournemouth

Kurang dari sebulan setelah dilepas Fulham, Scott Parker langsung mendapat tantangan baru bersama AFC Bournemouth. Ia ditunjuk sebagai pelatih The Cherries dan dituntut untuk membawa mereka promosi ke Premier League. Parker berhasil melakukannya. Ia membawa AFC Bournemouth berakhir sebagai runner-up di Championship 2021/2022.

Sayangnya, Parker lagi-lagi tidak mampu menghadapi kerasnya persaingan EPL. Ia langsung dipecat ketika EPL 2022/2023 baru berjalan empat pekan. Pasalnya, pertandingan pamungkas Parker bersama AFC Bournemouth berakhir dengan begitu memalukan. Mereka dibantai Liverpool dengan skor 0-9 yang tercatat sebagai salah satu kekalahan terbesar dalam sejarah kompetisi ini.

3. Scott Parker memastikan Burnley kembali bermain Premier League pada 2025/2026

Burnley menjadi tim teranyar yang berhasil dibawa Scott Parker promosi ke Premier League. Pada Senin (21/4/2025), mereka mampu mengalahkan Sheffield United dengan skor 2-1. Hasil tersebut membuat The Clarets kini menghuni posisi kedua di Championship 2024/2025 dengan 94 poin. Angka tersebut tidak akan bisa lagi dikejar Sheffield United yang berada di bawahnya dengan 86 poin dan tinggal menyisakan 2 pertandingan.

Meski sudah mengantongi tiket promosi, Parker dan Burnley dipastikan tidak akan berhenti berjuang. Mereka akan berusaha untuk melengkapi pencapaian itu dengan gelar juara. Di klasemen, Burnley memiliki poin yang sama dengan Leeds United yang juga sudah mengunci satu tempat di EPL 2025/2026. Untuk dua pertandingan terakhir, Burnley akan menghadapi Queens Park Rangers (26/4/2025) dan Milwall (3/5/2025). Sementara, Leeds United akan melawan Bristol City (28/4/2025) dan Plymouth Argyle (3/5/2025).

Scott Parker sudah tiga kali promosi ke Premier League sebagai pelatih. Namun, dalam dua kesempatan pertama, ia selalu gagal membangun tim yang bisa bersaing. Parker tentu akan berusaha keras untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi kembali ketika menemani Burnley di EPL 2025/2026.

post

4 Pemain Barcelona yang Pernah Menjadi Top Skor Liga Champions Eropa

PUSATSCORE , Barcelona berada di jalur tepat untuk menjuarai Liga Champions Eropa 2024/2025. Mereka sudah berhasil mencapai semifinal dan akan menghadapi Inter Milan. Selain itu, Blaugrana juga punya kans merebut gelar top skor melalui pemain mereka. Tak hanya satu, tetapi dua pemain sekaligus, yaitu Raphinha dan Robert Lewandowski.

Raphinha sudah mencetak 12 gol di Liga Champions musim ini. Sementara, Lewandowski menguntit dengan sebelas gol. Koleksi mereka memang masih kalah dari Serhou Guirassy, striker Borussia Dortmund yang membuat 13 gol. Namun, Dortmund sudah tersingkir sehingga Raphinha dan Lewandowski punya kans menyalip.

Maka, gelar top skor Liga Champions 2024/2025 mungkin akan diraih pemain Barcelona lagi. Sebelumnya, gelar tersebut sudah pernah diraih empat penggawa Blaugrana. Siapa saja mereka?

1. Ronald Koeman menjadi pemain tersubur di Liga Champions 1993/1994 dengan delapan gol

Pemain Barcelona pertama yang sukses menjadi top skor Liga Champions adalah Ronald Koeman. Semasa bermain, Koeman sebenarnya lebih sering beroperasi di lini belakang sebagai sweeper. Namun, pria Belanda itu juga terkenal sebagai pencetak gol ulung. Tak heran jika Koeman punya koleksi ratusan gol selama berkarier.

Koeman pun pernah menjadi pemain tersubur di Liga Champions pada 1993/1994. Ia mencetak 8 gol, termasuk 1 gol pada semifinal yang meloloskan Barcelona ke final. Sayangnya, Blaugrana takluk dari AC Milan pada partai puncak. Koeman pun gagal mengulang prestasinya membawa Barcelona juara Liga Champions pada 1991/1992.

2. Rivaldo membuat sepuluh gol di Liga Champions 1999/2000

Rivaldo juga pernah merebut gelar top skor Liga Champions bersama Barcelona. Gelandang serang asal Brasil itu melakukannya pada 1999/2000 dengan torehan sepuluh gol. Itu adalah rekor gol terbanyak Rivaldo dalam 1 musim Liga Champions. Sayangnya, ia hanya berhasil meloloskan Barcelona hingga semifinal saja.

Pada akhirnya, itu juga menjadi capaian terbaik Rivaldo di Liga Champions selama 5 tahun di Barcelona. Ia mencetak total 22 gol bagi Barcelona di Liga Champions tetapi tak pernah juara. Rivaldo baru mengangkat trofi Liga Champions saat berbaju AC Milan pada 2002/2003.

3. Lionel Messi enam kali menjadi top skor Liga Champions bersama Barcelona

Daftar ini tentu juga memuat Lionel Messi, top skor sepanjang masa Barcelona. Messi juga adalah pemain tersubur kedua dalam sejarah Liga Champions dengan 129 gol. Tak heran jika Messi punya enam gelar top skor Liga Champions, semuanya bersama Barca.

Empat gelar di antaranya bahkan diraih Messi secara beruntun pada 2009–2012. Gelar top skor pada 2008/2009 dan 2010/2011 pun berujung trofi juara bagi Barcelona. Messi juga mengawinkan trofi Liga Champions dengan gelar top skor pada 2014/2015. Sementara, kali terakhir ia menjadi pemain tersubur adalah pada 2018/2019.

Messi pun menjadi pengoleksi gelar top skor Liga Champions terbanyak kedua. Ia hanya kalah dari Cristiano Ronaldo, yang punya tujuh gelar. Uniknya, kedua pemain hanya pernah satu kali bersanding sebagai top skor, yaitu pada 2014/2015.

4. Neymar Jr bersanding dengan Messi di puncak daftar top skor Liga Champions 2014/2015

Gelar top skor Liga Champions 2014/2015 tak hanya dimenangi Messi dan Ronaldo. Ada satu pemain Barcelona lain yang setajam mereka, yaitu Neymar Jr. Ketiga pemain sama-sama mencetak sepuluh gol di Liga Champions musim tersebut. Namun, Messi dan Neymar lebih sukses karena mampu membawa Barcelona juara.

Gol-gol Neymar saat itu amat berperan dalam keberhasilan Barcelona. Ia mencetak enam gol pada fase knockout yang mengantarkan Barcelona ke final. Satu gol Neymar pada partai puncak pun menjadi pemasti kemenangan Barca atas Juventus. Sayangnya, ia hanya meraih satu trofi Liga Champions selama 4 musim membela Barcelona.

Raphinha dan Robert Lewandowski berpeluang menyusul capaian empat pemain di atas. Mereka juga punya kans membawa Barcelona juara Liga Champions untuk pertama kali sejak 2015. Menarik dinantikan seperti apa hasil perjuangan mereka.

post

5 Pencetak Gol Termuda Chelsea di Premier League

PUSATSCORE , Tyrique George mencetak gol pertamanya di English Premier League saat Chelsea menang comeback atas Fulham dengan skor 2-1 pada Minggu (20/4/2025). Dalam pertandingan ini, George berusia 19 tahun 75 hari. Catatan tersebut resmi membuatnya masuk daftar lima besar pencetak gol termuda Chelsea di EPL. Setidak per 24 April 2025

1. Tyrique George berusia 19 tahun 75 hari saat mencetak gol debut di Premier League

Chelsea mengalahkan Fulham dengan skor 2-1 pada pekan ke-33 Premier League 2024/2025, Minggu (20/4/2025). Sempat tertinggal oleh gol Alex Iwobi (20′), The Blues membalikkan keadaan lewat aksi Tyrique George (83′) dan Pedro Neto (90+3′). Bagi George, ini merupakan gol pertamanya di EPL.

Pemain berposisi winger tersebut menuntaskan sebuah bola liar di dalam kotak penalti. George mencetak gol ini pada usia 19 tahun 75 hari. Itu membuatnya menjadi pencetak gol termuda Chelsea kelima di EPL. Makin membanggakan, ia mengukir pencapaian tersebut sebagai supersub. Saat melawan Fulham, George memang baru masuk ke lapangan pada menit 78 untuk menggantikan Nicolas Jackson.

2. Callum Hudson-Odoi mencetak gol Premier League pertama pada usia 19 tahun 64 hari

Bergabung saat berusia 8 tahun, Callum Hudson-Odoi bermain untuk tim senior Chelsea pada 2018 hingga 2022. Di Premier League, ia mencatatkan 72 penampilan, 4 gol, dan 11 assist. Gol pertamanya untuk Chelsea di kompetisi ini tercipta pada 11 Januari 2020 saat berusia 19 tahun 64 hari.

Saat itu, winger setinggi 1,78 meter tersebut mencetak gol ketiga The Blues kala mengalahkan Burnley dengan skor 3-0. Hudson-Odoi menuntaskan sebuah umpan dari Cesar Azpilicueta pada menit 49. Sebelumnya, Chelsea sudah unggul berkat penalti Jorginho pada menit 27 dan sundulan Tammy Abraham pada menit 38.

3. Carlton Cole mencetak gol debut di Premier League saat berusia 18 tahun 167 hari

Carlton Cole, yang pernah bermain di Indonesia bersama Persib Bandung, berada di posisi ketiga dalam daftar pencetak gol termuda Chelsea di Premier League. Mantan penyerang setinggi 1,91 meter ini mengukir gol debutnya di EPL saat berusia 18 tahun 167 hari pada 27 April 2002. Kala itu, Cole membantu Chelsea mengalahkan Middlesbrough dengan skor 2-0. Ia menuntaskan umpan dari Jesper Gronkjaer dengan sundulan pada menit 38.

Seperti Tyrique George dan Callum Hudson-Odoi, Cole juga merupakan produk akademi Chelsea. Namun, kariernya di Stamford Bride memang tidak terlalu bagus. Ia hanya bermain bersama mereka sampai 2006 dengan catatan 32 penampilan dan 8 gol di seluruh kompetisi. Selama berkarier di EPL, Cole mencetak 51 gol dari 289 penampilan. Selain bersama Chelsea (4 gol), ia menorehkannya dengan seragam Charlton Athletic (4 gol), Aston Villa (3 gol), dan West Ham United (40 gol).

4. Neil Shipperley berusia 18 tahun 165 hari saat mencetak gol debut di Premier League

Neil Shipperley debut di Premier League bersama Chelsea pada 10 April 1993. Sayangnya, mantan penyerang asli Inggris ini tidak bisa membantu The Blues terhindar dari kekalahan atas Southampton dengan skor 0-1. Namun, 2 hari berselang, Shipperley menebus kegagalannya tersebut dengan sempurna. Ia mencetak gol pertamanya di kompetisi ini yang membawa Chelsea menang atas Wimbledon dengan skor 4-2. Saat itu, Shipperley berusia 18 tahun 165 hari.

Shipperly yang bermain penuh menutup pesta gol Chelsea ke gawang Wimbledon pada menit 85. Empat menit sebelumnya, ia juga menciptakan assist untuk gol ketiga yang dicetak John Spencer. Shipperly membela Chelsea sampai akhir 1994/1995. Ia meninggalkan mereka dengan torehan 7 gol dari 37 penampilan. Setelah itu, Shipperly berkiprah di EPL bersama Southampton (12 gol), Nottingham Forest (1 gol), dan Crystal Palace (7 gol). Ia pensiun pada 2007.

5. Mikael Forssell menjadi pencetak gol termuda Chesela di Premier League

Chelsea membuat kejutan pada bursa transfer musim panas 1999. Mereka merekrut seorang penyerang asal Finlandia bernama Mikael Forssell. Sosok setinggi 1,84 meter ini didapat secara gratis dari HJK Helsinki. Saat itu, Forssell baru berusia 17 tahun.

Setelah menunggu cukup lama, Forssell akhirnya mencatatkan debutnya di Premier League pada 31 Januari 1999. Sayangnya, mereka kalah dari Arsenal dengan skor 0-1. Pada 20 Februari 1999, Forssell membuka keran golnya di EPL. Ia mencetak satu gol yang membuat Chelsea menang atas Nottingham Forest dengan skor 3-1. Saat itu, ia berusia 17 tahun 342 hari.

Namun, karier Forssell di EPL tidak berlangsung lama. Total, ia hanya mencatatkan 126 penampilan dan 34 gol. Untuk Chelsea, Forssell bermain 33 kali dan mencetak 5 gol. Sisanya, ia mencatatkannya bersama Birmingham City.

Callum Hudson-Odoi, Carlton Cole, Neil Shipperley, dan Mikael Forssell tidak memiliki karier yang terlalu membanggakan bersama Chelsea. Padahal, mereka merupakan empat pencetak gol termuda klub di Premier League. Tyrique George sebagai pencetak gol termuda kelima tentu akan berjuang keras agar bisa memiliki nasib yang lebih baik.