
PUSATSCORE , Pep Guardiola bukanlah sosok yang asing dalam hal mengambil sikap tegas terhadap hal-hal yang bertentangan dengan prinsip kepelatihannya. Baru-baru ini, ia membuat pernyataan mencengangkan dengan mengancam akan mundur dari jabatannya sebagai Manajer Manchester City apabila klub tidak memangkas jumlah skuadnya. Ancaman tersebut sontak memicu perdebatan luas, apakah ini bentuk protes serius atau sekadar strategi negosiasi.
Pernyataan ini muncul setelah laga melawan AFC Bournemouth pada Selasa (20/5/2025) lalu, ketika beberapa pemain senior tidak masuk dalam daftar 20 pemain pada hari pertandingan. Guardiola, yang dikenal sangat selektif dalam memilih komposisi tim, menyebut meninggalkan 5 hingga 6 pemain hanya duduk di tribun menjadi hal yang tak bisa diterima olehnya. Dalam konteks ini, seberapa besar skuad Manchester City sebenarnya, dan apakah langkah sang pelatih merupakan keputusan emosional semata atau berdasar realita yang terukur?
1. Jumlah skuad yang besar membuat Pep Guardiola kesulitan dalam merotasi pemain
Pep Guardiola telah menyampaikan dengan sangat gamblang kekesalannya terkait ukuran skuad Manchester City saat ini. “Saya akan berhenti. Buatlah skuat yang lebih ramping, (maka) saya akan tetap tinggal,” ucapnya dikutip The Guardian. Kalimat ini diucapkannya dengan nada emosional setelah memutuskan mencoret sejumlah nama dari skuad, termasuk Abdukodir Khusanov, Savinho, James McAtee, dan Rico Lewis. Padahal, mereka semua dalam kondisi fit.
Menurut Guardiola, selain menyulitkan secara teknis dalam merotasi pemain, hal ini juga membuatnya tersiksa secara emosional. Ia merasa tertekan harus meninggalkan beberapa pemain dalam skuad besar yang tidak mendapat kesempatan bermain. Hal ini sejalan dengan prinsip kepelatihan Guardiola yang selalu menekankan pentingnya keharmonisan tim dan hubungan pribadi yang kuat dengan para pemainnya.
Namun, ancaman mundur tersebut menimbulkan tafsir ganda. Apakah ini bentuk tekanan psikologis terhadap manajemen untuk segera melepas pemain-pemain surplus pada jendela transfer musim panas 2025, ataukah ini merupakan bentuk frustasi nyata yang telah lama terpendam? Menariknya, kontrak Guardiola sendiri masih berlaku hingga 2027. Ini membuat publik mulai berspekulasi, apakah dia benar-benar akan menanggalkan posisinya jika keinginannya tidak dipenuhi, atau justru sedang memainkan strategi agar klub lebih tunduk terhadap visinya.
2. Skuad gemuk Manchester City akibat belanja besar pada Januari 2025
Dari perspektif data, klaim Pep Guardiola memiliki dasar yang tidak bisa diabaikan. Berdasarkan analisis Opta Analyst, Manchester City menggunakan total 32 pemain sepanjang 2024/2025 di semua kompetisi. Dua puluh lima pemain di antaranya mendapatkan menit bermain minimal 270 menit. Ini merupakan angka tertinggi yang pernah terjadi sepanjang kariernya sebagai pelatih senior sejak 2008.
Bandingkan dengan musim-musim sebelumnya. Rata-rata hanya 22,3 pemain yang digunakan Guardiola selama satu musim penuh dengan menit bermain signifikan. Bahkan pada musim terbaiknya, ia hanya memberi menit bermain lebih dari 270 menit kepada 24 pemain, dan itu terjadi pada 2 musim awalnya di Etihad Stadium. Data ini menunjukkan, musim ini memang terdapat anomali dalam pendekatan rotasi yang ia terapkan.
Jika dibandingkan dengan klub-klub English Premier League (EPL) lain, skuad The Cityzens memang tidak terbesar, tetapi tetap di atas rata-rata. Chelsea dan Southampton masing-masing menggunakan 39 pemain, sementara Arsenal dan Liverpool memiliki skuad lebih ramping dengan 24 dan 25 pemain. Namun, perbedaan konteks perlu digarisbawahi.
Manchester City mengalami lonjakan jumlah pemain usai menghabiskan lebih dari 200 juta pound sterling atau setara Rp4,83 triliun. Dana fantastis tersebut dialokasikan untuk memboyong Abdukodir Khusanov, Omar Marmoush, Nico Gonzalez, dan Vitor Reis pada jendela transfer Januari 2025. Penambahan ini terjadi bukan karena strategi panjang, melainkan reaksi terhadap cedera beruntun yang sempat membuat Guardiola kesulitan menyusun sebelas pemain inti.
3. Lima nama pemain muncul sebagai kandidat kuat yang akan hengkang dari Manchester City
Menjawab tekanan Pep Guardiola, satu solusi utama adalah melepas pemain-pemain yang dianggap surplus atau stagnan. Menurut laporan MSN, lima nama mencuat sebagai kandidat kuat untuk dijual. Bernardo Silva, Jack Grealish, John Stones, James McAtee, dan Ilkay Guendogan. Masing-masing memiliki alasannya sendiri, dari kontrak yang hampir habis, ketidaksesuaian gaya permainan, hingga masalah cedera berkepanjangan.
Bernardo Silva, meskipun masih memiliki kontrak hingga 2026, telah beberapa kali menunjukkan keinginan untuk hengkang. Usianya yang masih 30 tahun membuatnya ideal untuk dijual dengan nilai tinggi. Sementara itu, Grealish hanya sekali menjadi starter sejak April 2025 dan hubungannya dengan Guardiola dikabarkan renggang. John Stones, meski diakui sebagai salah satu bek terbaik Inggris, tak lagi konsisten tampil akibat cedera dan makin tersisih dari skuad inti.
McAtee dan Guendogan pun masuk daftar keluar potensial. McAtee hanya menyisakan satu tahun kontrak dan harus bersaing di lini tengah yang sangat padat. Sementara Guendogan yang kini berusia 34 tahun, dinilai tak lagi mampu mengikuti intensitas permainan Manchester City, meski sempat kembali dari Barcelona. Sebagai alternatif dari skuad gemuk, Guardiola tampaknya lebih memilih mempromosikan pemain-pemain akademi untuk mengisi kebutuhan rotasi. Langkah ini selaras dengan gaya kepemimpinannya yang lebih mengedepankan efisiensi dan koneksi emosional antar pemain.
Apabila rencana ini diterapkan, Manchester City berpeluang memiliki skuad yang lebih solid secara emosional dan lebih luwes dalam bermain. Meski begitu, ancaman kekurangan kedalaman pemain di tengah padatnya jadwal kompetisi tetap menjadi tantangan serius. Risiko ini akan semakin nyata saat menghadapi turnamen elite seperti Liga Champions Eropa dan Piala Dunia Antarklub.
Pada akhirnya, apakah skuad Manchester City benar-benar terlalu besar, tergantung pada sudut pandang siapa yang melihatnya. Bagi Guardiola, lebih sedikit justru berarti lebih kuat, dan kini ia menantang klub untuk membuktikan prinsip itu layak diperjuangkan.